Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

Thursday, March 27, 2008

Capres Cukup Bisa Baca Tulis...

Dua pakar yang didatangkan untuk diminta sumbang saran dalam membahas RUU Pilpres 2009 yang menyatakan tak perlu sarat S1 bagi capres pada Pilpres 2009 nanti, Maswadi Rauf (UI) dan Nanang Pamuji dari Universitas Gajah Mada (UGM) Rabu (26/3) di Komisi II DPR, membuat PKS mengusulkan sarat ekstrim. Capres minimal cukup baca tulis, mampu berhitung, melakukan perkalian saja sehingga sarat pendidikan tak lagi menjadi prasyarat. Awalnya, PKS ngotot capres dan cawapres harus bertitel sarjana.

"Kalau benar sarat S1 tak diperlukan karena dianggap sebagai sarat yang tak relevan dengan posisi peran capres maupun cawapres, maka kami usul ekstrim, sarat capres dan cawapres, cukup mampu baca tulis, berhitung, menambah dan mengurang saja. Dan tidak perlu sama sekali sarat pendidikan. Cara berfikir ini menjadi naif," ujar salah seorang anggota Pansus RUU Pilpres dari Frkasi Partai Keadilan Sejahtera, Al Muzammil Yusuf.

Namun, dirinya berkeyakinan, bila 100 orang SMA dan 100 orang yang lulus perguruan tinggi di tes tentang pemahamannya tentang urusan kenegaraan, maka 100 orang yang lulus dari perguruan tinggi jauh lebih paham soal negara dari pada 100 orang yang hanya lulus SMA.

"Kalau prasarat sarjana hanya ditafsirkan untuk menghalangi capres dan cawapres tertentu, maka jalan tengahnya bisa dilakukan dengan tetap menjaga kualitas bagi capres dan cawapres. Bagi yang pernah mantan, ada pengecualian, tapi bagi yang belum pernah menjadi presiden, harus tetap lulus perguruan tinggi," ujar Muzammil.

Dalam pendapatnya di depan anggota Pansus RUU Pilpres, pengamat politik dari Univeritas Indonesia (UI), Maswadi Rauf menilai sarat S1 bagi seorang capres dan cawapres, tidaklah relevan. Seorang politisi, bisa saja latar belakangnya mantan aktrivis yang tidak dapat menyelesaikan studinya.

"Kualitas politisi tidak mutlak ditentukan pendidikannya, kalau dosen iya, harus sarjana S2 dan teruji memimpin. Sekolah politisi bukan di perguruan tinggi, tapi di organisasi. Dan yang menyatakan dia naik pangkat atau lulus adalah pimpinan partainya. Kalau dipaksa S1, tidak adil bagi para politisi.," kata Maswadi Rauf.

Begitu juga menurut dosen dari Universitas Gajah Mada Nanang Pamudji Muga Sejati (UGM). Dijelaskan, sarat harus lulus S1 bagi capres maupun cawapres, tidak ada hubungannya dengan kualitas pendidikan formal.

"Konstribusi akademis intelektual seseorang terhadap kesuksesan hanya 10 persen. Emosional intelegensi, jauh lebih berharga dari pada minimal SMA, SMP. Sosial inteligence, membangun relasi dan trust dengan parpol dan masyarakat, jauh lebih penting," jelas Nanang.

Al Muzammil Yusuf kemudian memberikan argumentasi kembali. Sarat sarjana bagi seorang capres dan cawapres, tidak lain untuk mendorong minat belajar bagi bangsa Indonesia yang human indeksnya pernah dibawah negara Vietnam, berdasar pendapat bank dunia tahun 2003 lalu.

Dalam RUU Pilpres, perlu dimasukkan aturan debat minimal 3x baik di televisi nasional maupun radio sehingga pengetahuan publik tentang capres dan cawapres bisa mendalam. Paling tidak, publik juga bisa tahu kualitas masing-masing capres dan cawapres pada Pilpres 2009 mendatang," terang Al Muzammil Yusuf. (kompas.com)

No comments: