Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

Wednesday, February 20, 2008

ICMI: Indonesia Masuk Jebakan Pangan dan "Killing Ground"

















Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI) menyatakan, krisis pangan yang tengah melanda Bangsa Indonesia saat ini sebenarnya telah memasuki tahap jebakan pangan (food trap). Bahkan lebih parah lagi, sudah pada tahapan ladang pembatanian (killing ground), mengingat pemerintah sangat mengandalkan impor, padahal devisanya sama sekali tidak mendukung.

Rangkaian aksi memprotes pemerintah kini bukan hanya beras, kedelai, akan tetapi juga kebutuhan lauk pauk lainnya seperti daging dan di saat mendatang adalah peternak yang memprotes ayam karena harga pakan bakal juga naik.

Demikian anggota Presidium ICMI Muslimin Nasution dalam keterangan pers seusai bersama Presidium ICMI lainnya melaporkan hasil Silaknas ICMI kepada Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla di Istana Wapresd, Jakarta, Rabu (20/2) sore tadi.

Menurut mantan Menteri Kehutanan dan Perkebunan itu, bangsa Indonesia pernah mengalami krisis pangan pada kurun waktu 1973-1974. Namun, pada saat bersamaan Indonesia tertolong karena harga minyak dunia pada waktu tengah mengalami pelonjakan luar biasa (booming). "Jadi, bisa saja pada waktu itu kita mengalihkan route sebuah kapal yang tengah mengangkut beras dan bahan pokok lainnya dengan pembayaran berapapun," ujar Muslimin.

Akan tetapi, jika dibandingkan dengan kondisi ekonomi nasional dan regional serta internasional saat ini, situasinya jauh berbeda. Kita tak punya devisa. Akibatnya, ini tidak bisa ekpor kita untuk mendukung krisis pangan. Ini menjadi masalah yang krusial, yang harus segera ditangani serius karena krisis pangan kita sekarang ini telah memasuki tahap jebakan pangan, tambah Muslimin.

Hanya jangka pendek
Dinilai oleh Silaknas ICMI, lanjut Muslimin, upaya pemerintah dengan mengeluarkan kebijkakan untuk meredam melonjaknya harga sejumlah bahan pokok pangan seperti kedelai dan gandum dengan cara menghapus Pajak Pertambahan Nilia (PPN) dan mencabut Standar Nasional Indonesia (SNI), hanya dapat berjalan untuk jangka pendek. Namun jelas berbahaya untuk diterapkan secara jangka panjang, karena akan mengurangi pendapatan negara, jelas Muslimin.

Oleh sebab itu, Muslimin menyatakan, pemerintah harus mengambil kangkah konkret dan jangan anggap remeh krisis pangan dan energi yang sekarang terjadi. Langkah yang direkomendasikan Silaknas ICMI di antaranya diversifikasi pangann.(kompas.com)

No comments: