Powered By

Free XML Skins for Blogger

Powered by Blogger

Tuesday, October 28, 2008

Pernyataan Sultan HB X Bukan Sesuatu Yang Mengejutkan

Pernyataan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) Sri Sultan Hamengku Buwono X yang siap maju dalam bursa calon presiden (capres) 2009 bukan merupakan sesuatu yang baru dan mengejutkan, karena selama kurun waktu sepuluh tahun terakhir, Raja Keraton Yogyakarta ini telah melakukan berbagai langkah politik menuju panggung politik nasional.

"Sebenarnya Sultan telah lama melakukan langkah-langkah politik, persisnya sejak reformasi untuk mempersipkan diri tampil di panggung politik nasional, sehingga pernyataan tersebut bukan merupakan sesuatu yang baru dan mengejutkan," kata pengamat politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, AAGN Ari Dwipayana, SIP, MSi, Rabu.

Menurut dia, pernyataan Sultan yang mengambil momentum `pisowanan agung` (pertemuan akbar rakyat dan raja) yang digagas elemen masyarakat Yogyakarta tersebut hanya merupakan pengesahan atau penegasan dari upaya dan langkah politik yang telah dirintisnya selama beberapa tahun ini.

"Pernyataan tersebut hanya sebuah upaya untuk menguji `riak air` baik dari elemen masyarakat maupun partai politik sebagai strategi untuk memperoleh gambaran dukungan politik dari elemen masyarakat dan partai politik yang selama ini belum jelas," katanya.

Ia mengatakan, dengan pernyataan tersebut maka Sultan dapat mengukur sejauh mana reaksi dari elemen masyarakat dan partai politik dan sejauh mana dampak dari pernyataan tersebut baik dari masyarakat maupun partai politik untuk menuju proses konsolidasi politik.

"Jika reaksi sangat signifikan, maka ini akan mengundang elemen masyarakat maupun partai politik dan berbagai pihak untuk melakukan konsolidasi politik, ini penting bagi Sultan untuk menentukan apakah dia akan tetap berada pada barisan Partai Golkar atau dengan partai lain," katanya.

Ia menambahkan, untuk saat ini masih sulit untuk mengukur peluang Sultan dalam bursa capres tersebut karena konfigurasi politik masih akan terus berubah hingga pemilu legislatif nanti.

"Peluang Sultan masih sangat tergantung konsolidasi politik nanti, dan ini baru akan nampak jelas setelah pemilu legislatif nanti apakah akan bisa memperoleh kendaraan politik partai besar atau dengan kendaraan lain. Ini hanya strategi untuk menjaring berbagai kekuatan politik," katanya.

sumber: ANTARA

Sunday, October 26, 2008

Kaki Langit

oleh: Goenawan Mohamad

DI makam pahlawan tak dikenal, kita diberi tahu: ada seorang yang luar biasa berjasa, tapi ia tak punya identitas. Ia praktis sebuah penanda yang kosong. Tapi hampir tiap bangsa, atau lebih baik: tiap ide kebangsaan, memberi status yang istimewa kepada sosok yang entah berantah yang terkubur di makam itu.


Orang yang pertama kali melihat fenomen itu adalah Benedict Anderson. Dalam Imagined Communities-nya yang terkenal itu, ia menulis: ”Betapapun kosongnya liang lahat itu dari sisa-sisa kehidupan yang fana dan sukma yang abadi, tetap saja mereka sarat dengan anggitan tentang ’kebangsaan’ yang membayang bagai hantu.”


Barangkali sebuah bangsa memang harus selalu menyediakan ruang kosong untuk sebuah cita-cita. Seperti kita memandang ke kaki langit yang sebenarnya tak berwujud, tapi kita ingin jelang. Sekaligus, barangkali sebuah bangsa membutuhkan bayangan yang bagai hantu tentang dirinya: antara jelas dan tak jelas.


Pahlawan Tak Dikenal. Pahlawan Kita. Antara ”tak dikenal” dan ”kita” ada pertautan dan juga jarak. Ia yang gugur itu adalah seorang yang sebenarnya asing—bukan yang dalam bahasa Inggris disebut foreigner, melainkan stranger—tapi ia juga bagian terdalam dari aku dan engkau. Jika tampak ada yang bertentangan di sini, mungkin itu juga menunjukkan bahwa sebuah bangsa—seperti yang dimaklumkan oleh Sumpah Pemuda pada 1928 itu—memang mengandung ketegangan dan keterpautan antara yang asing dan yang tak asing dalam dirinya sendiri.


Seperti sang pahlawan yang tak dikenal itu: yang termasuk dalam ”kita” tak selamanya datang dari puak kita. Salah satu anasir dalam bangsa bisa bekerja untuk unsur yang lain, meskipun keduanya tak saling kenal betul, bahkan ada saat-saat ketika yang satu disebut ”asing” oleh yang lain. Itulah sebabnya kepeloporan para pendiri Indische Partij tak dapat dilupakan: ”orang Indonesia” adalah orang yang bisa melintasi batas, menemui yang ”asing”, untuk jadi satu—tapi di situ ”satu” sebenarnya sama dengan yang tak terhingga. Sebab sebuah bangsa yang tak didefinisikan oleh ikatan darah adalah sebuah bangsa yang selalu siap menjangkau yang beda—dan yang beda tak bisa dirumuskan lebih dulu, tak bisa dikategorisasikan kemudian. Ia tak tepermanai.


Seperti pahlawan tak dikenal itu: ia memberikan hidupnya buat kau dan aku, tapi ia bukan bagian kau dan aku.


Maka tak aneh jika dalam semangat kebangsaan, tersirat sebuah paradoks: sesuatu yang universal ada di dalamnya. Sebab sebuah bangsa pada akhirnya hanya secara samar-samar, seperti hantu, bisa merumuskan dirinya sendiri. Yang penting akhirnya bukanlah definisi, melainkan hasrat. Renan menyebut bahwa bangsa lahir dari ”hasrat buat bersatu”, tapi seperti halnya tiap hasrat, ia tak akan sepenuhnya terpenuhi dan hilang. Hidup tak pernah berhenti kecuali mati.


Dalam hal itu, orang sering lupa bahwa bangsa sebenarnya bukan sebuah asal. Ia sebuah cita-cita—dan di dalamnya termaktub cita-cita untuk hal-hal yang universal: kebebasan dan keadilan. Bangsa adalah kaki langit.


Kaki langit: impian yang mustahil, sulit, tapi berharga untuk disimpan dalam hati. Sebab ia impian untuk merayakan sesuatu yang bukan hanya diri sendiri, meskipun tak mudah.


Sebuah bangsa adalah sebuah proses. Jangan takut dengan proses itu, kata orang yang arif. Tak jarang datang saat-saat yang nyaris putus harapan, tapi seperti kata Beckett dalam Worstward Ho, ”Coba lagi. Gagal lagi. Gagal dengan lebih baik lagi.”


from: http://tempointeraktif.com/

Friday, October 24, 2008

Menyelamatkan Bakrie, SBY kelihatan Orde Baru sejati

oleh: Wimar Witoelar

Pada saat tulisan ini dikirimkan, CNN baru mengeluarkan ringkasan hasil polling mengenai debat presiden Amerika Serikat. Sudah selesai semua debat calon presiden, tiga semuanya. Hasilnya dalam persentase. Untuk debat pertama, Obama-McCain 51-31. Debat kedua, 54-30. Debat ketiga, 58-31. Menurut CNN perkiraan electoral vote adalah 277 untuk Obama dan 174 untuk McCain dengan state (negara bagian) yang tossup (bisa kesana bisa kesini) sebanyak 87.

Amdaikata McCain menang semua tossup states, dia tetap kalah. Jadi dia harus menang semua tossup states seperti Florida, Ohio dan North Carolina. Tidak cukup itu, McCain harus merebut state yang diperkirakan mendukung Obama seperti Pennsylvania dan Virginia. Sebaliknya Obama cukup mempertahankan posisi. Karena itu McCain agresif, Obama defensif. Ibarat pertandingan sepakbola dimana Obama di depan 2-0 dengan sisa waktu 10 menit. McCain harus tetap bersemangat kampanye dan orang-orangnya harus tetap percaya diri, supaya pendukungnya tidak patah semangat dan tetap mau mengikuti Pemilu. Obama harus tetap bersemangat dan tidak menunjukkan rasa menang,supaya pendukungnya tetap semangat sampai memberikan suara pada tanggal 4 November. Kalau mereka merasa sudah menang, mungkin mereka malas memilih, karena merasa sudah pasti menang

Di kita, posisinya agak terbalik. Yang diatas angin adalah pihak elite, yang kalah adalah orang biasa. Kalau ikut rumus tadi, elite harusnya tenang dan orang biasa bersikap galak. Tapi disini malah elite makin berani menjalankan kolusi dan orang biasa makin menerima. Terbukti dalam kolusi Bakrie dengan SBY untuk menyelamatkan perusahaannya yang ambruk. Dalam kasus Lapindo, Bakrie tidak mau menunjukkan simpati kepada korban luapan lumpur. Sekarang Bakrie kena musibah pasar, dia minta simpati SBY. Minta dibantu dengan uang negara melalui BUMN. Orang biasa yang merasa elite berkuasa, merasa tidak punya jalan keluar. Mereka merasa terpaksa menerima keserakahan penguasa.

Padahal kita tidak harus menerima ketidak adilan. Kita bisa mengajak orang biasa memberikan pendapat. Kalau tidak, orang baik makin sedikit, dan orang jahat makin banyak. Apakah lupa munculnya Orde Baru? Tokoh angkatan 66 ikut membenarkan Suharto. Sekarang tokoh reformasi 98 ikut membenaran SBY. Dengan menyelamatkan Bakrie, SBY kelihatan Orde Baru sejati. Tujuannya hanya mempertahankan kekuasaan, yang dipakai untuk melindungi pengusaha yang mendukungnya. Segitiga SBY-Bakrie-Kalla menggelinding menuju Pilpres 2009.

Krisis ekonomi dunia saat ini timbul karena terlalu banyak andalan pada kelancaran kredit. Kredit murah membuat orang berhutang lebih besar dari kemampuan membayar. Ketika timbul masalah dalam pembayaran kredit, masalah itu diatasi dengan meminjam lebih banyak lagi, gali lubang tutup lubang. Makin banyak kita punya kenalan di Bank, makin mudah meminjam uang. Kalau kita kenal penguasa, lebih mudah lagi. Meminjam menjadi sangat mudah kalau kita kenal Presiden yang tidak jujur. Kreditor mana akan menolak kasih kredit kalau Presiden memberikan lampu hijau?

Setelah 11 September 2001, Bush menumbuhkan mesin ekonomi dengan melancarkan kredit properti. Semua berjalan mulus sampai satu saat kredit perumahan yang terlalu lancar di Amerika Serikat menghasilkan kelebihan bangunan, Harga properti jatuh. Nasabah kredit tidak bisa bayar kredit. Bank tertimpa kredit macet dan terpaksa minta pinjaman dari lembaga keuangan lain. Sekuritas yang dibangun diatas jaminan kredit anjlok nilainya. Perusahaan asuransi jatuh nilai assetnya. Perusahaan asuransi AIG jatuh dan diberi bailout USD 770 Milyar. Dengan cepat jepitan kredit merembes ke Eropah dan Asia.

Akhirnya kemacetan kredit internasional menimpa perusahaan di Indonesia yang punya hutang besar pada pihak asing. Tidak mampu bayar kredit, takut disita jaminan berupa saham perusahaan, akhirnya Bakrie bersembunyi dari kenyataan pasar dan meminta pemerintah mengatur BUMN ikut bantu.

Menko Sri Mulyani tidak setuju, sebab ini intervensi pasar. Lebih baik Bakrie jatuh daripada orang biasa ikut menderita. Pada krismon 97, banyak perusahaan jatuh dan pimpinannya dituntut. Krismon 2008 menyangkut satu perusahaan, dan pimpinannya adalah pembantu terdekat Presiden. Pinjaman macet Bakrie adalah untuk menjadi makin kaya lagi, bukan untuk kesejahteraan rakyat.

SBY tetap merasa berhutang budi pada Bakrie dan menolak keberatan Sri Mulyani. Beliau tidak tahu, kekuatannya dari suara rakyat, bukan dari penguasa yang memanfaatkannya. Setelah Sri Mulyani gagal mempertahankan sikapnya untuk melepas Bakrie ke pasar, Bakrie mulai menjual sahamnya diam-diam. Kepada pihak asing dilakukan dengan cepat dengan kerugian besar, karena takut kena sita jaminan. Penjualan saham kepada pihak Indonesia yang dikoordinasi Mentri BUMN dan Sekneg akan terjadi dengan lebih leluasa dan harga yang lebih manis untuk Bakrie.

Seorang pengamat cerdas mengeluhkan gagalnya reformasi 1998 dan mengatakan: "Tahun-tahun terbuang…" Bakrie bantu Kalla, Kalla bantu SBY, SBY balas budi dengan mengangkat Kalla sebagai Wakil Presiden dan Bakrie sebagai Menko Ekuin. Ketika Bakrie gagal mengurus ekonomi, dia tetap dipertahankan sebagai Menko Kesejahteraan Rakyat, walaupun tidak memiliki jiwa sosial sama sekali.

Balas budi SBY kini menggunakan dalih "mendukung swasta nasional". Ekonom dan politikus nasionalis mengatakan, Bakrie sebagai perusahaan nasional harus dibantu melawan ancaman cengkeraman asing. Orang lupa bahwa orang Indonesia yang menjahati rakyat perlu dikenakan sangsi sebelum kita mempersoalkan orang asing.
Bakrie adalah pengusaha nasional tapi bukan nasionalis. Kebesaran usahanya dan statusnya sebagai orang terkaya dicapai melalui kolusi politik dengan SBY dan kolusi pasar dengan perusahaan luar negeri.

Ketika krisis internasional menjatuhkan harga pasar Bakrie, dia lari minta perlindungan kepada Presiden. Sangat menyedihkan, bahwa orang-orang pandai di Indonesia membenarkan bantuan SBY kepada perusahaan yang antisosial ini. Sangat menyedihkan bahwa suara jernih Menko Sri Mulyani tidak didukung secara terbuka, hanya melalui bisik-bisik.

Pengamat cerdas itu melanjutkan dalam email: "Jelek-jelek, pemilihan Presiden di Amerika Serikat memberi kesempatan calon Presiden untuk berpendapat dan untuk menunjukan kemampuan. Disini ? Apa yang jadi penentu seseorang jadi Presiden: Intrik dan uang"

Betul sekali. Tapi kita tidak boleh berhenti dengan mengeluh dan putus asa. Marilah kita sebagai orang biasa belajar mengerti persoalan. Kalau sudah mengerti, marilah membentuk sikap. Kalau sudah punya sikap, marilah menyatakan sikap dan bersuara. "A bell is no bell until you ring it. A song is no song until you sing it."

China Kembali Hukum Mati Mantan Pejabat Terkait Korupsi

Sikap tegas pemerintah China memberantas korupsi kembali menelan korban. Seorang mantan pejabat di salah satu kota terkenal China untuk pengusaha asing, Kamis (23/10), dihukum mati karena menerima suap lebih dari 14 juta dolar.

Hukuman mati yang dijatuhkan kepada mantan wakil walikota Suzhou, Jiang Renjie, berlangsung lima hari setelah mantan wakil walikota Beijing dijatuhi hukuman mati karena menerima sekitar 1 juta dolar dari developer. Jiang bertugas menangani pembangunan, transportasi dan sektor-sektor menguntungkan lainnya di kota Suzhou, tempat berlokasinya hampir 500 perusahaan dan berada dekat Shanghai, pusat bisnis dan kota terbesar di negara komunis tersebut.

Seorang pejabat di Intermediate People’s Court di Nanjing membenarkan laporan itu. Kantor berita Xinhua melaporkan Jiang menerima uang suap lebih dari 14 juta dolar antara tahun 2001 dan 2004.Korupsi merajalela di kalangan pejabat China.

Pada 18 Oktober lalu, mantan walikota Beijing dijatuhi hukuman mati karena menerima uang. Liu Zhihua, mantan walikota Beijing adalah ketua pembangunan tempat pertandingan Olimpiade Beijing 2008 di ibukota China. Ia dipecat Juni 2006 karena dituduh terlibat korupsi dan bermoral jelek.

Kantor berita Xinhua mengatakan Liu, 59 tahun dijatuhi hukuman mati karena menerima uang suap 6,97 juta yuan (1,02 juta dolar). Namun, hukuman mati yang dijatuhkan terhadap Liu ditangguhkan. Hukuman mati yang ditangguhkan di China biasanya diubah menjadi hukuman penjara seumur hidup dengan syarat para terhukum berkelakuan baik.

Sumber-sumber sebelumnya mengemukakan kepada Reuters bahwa ketua Partai Komunis nasional dan Presiden China, Hu Jintao, mengawasi pemecatan Liu. Hu juga mengawasi pemecatan Chen Liangyu, ketua Partai Komunis Shanghai, September 2006 karena menyalurkan dana-dana pensiun ke investasi-investasi ilegal, dan membantu memperkaya perusahaan-perusahaan kroni dan keluarga.

Partai Komunis China menyebut korupsi yang dilakukan pejabat merupakan satu ancaman bagi kelanjutan kekuasaannya, tetapi masalah itu tetap merajalela dan adalah satu sumber kemarahan publik di sebuah negara yang pemeriksaan terhadap kekuasaan akan sia-sia.

sumber: http://hariansib.com

Monday, October 20, 2008

Nepotisme Ancam Demokratisasi

Oleh: Syamsuddin Haris

Fenomena nepotisme politik kembali menguat dalam era demokratisasi saat ini. Para petinggi partai menempatkan anak, istri, keponakan, dan keluarganya pada posisi-posisi strategis daftar calon anggota legislatif Pemilu 2009. Apa dampaknya bagi reformasi yang masih berjalan di tempat?

Mungkin ruang tulisan ini terlalu sempit untuk memuat kembali daftar nama caleg yang tak lain adalah keluarga dari pengurus kunci partai. Sekadar contoh, tiga orang di antaranya adalah Edy Baskoro, putra Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono; Puan Maharani, putri Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri; dan Dave Laksono, putra Wakil Ketua Umum Partai Golkar. Hampir semua partai menempatkan keluarga elite partai ini pada posisi nomor urut teratas, menyisihkan para kader dan aktivis partai yang ”berkeringat” serta berjuang dari bawah.

Perlakuan istimewa petinggi partai atau pejabat terhadap keluarga sendiri ini hampir seragam di semua tingkat dan dapat dicek kembali pada daftar caleg DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota yang diumumkan KPU. Ini tentu ironi politik di tengah retorika membuncah para elite tentang urgensi pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dalam rangka mewujudkan Indonesia baru.

Nepotisme dan dinasti politik

Nepotisme politik secara sederhana dapat diartikan sebagai pemberian perlakuan istimewa kepada keluarga sendiri dalam posisi kekuasaan politik tertentu, baik di lembaga legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Nepotisme tak hanya menafikan penjenjangan karier politik atas dasar prestasi, kapabilitas, dan rekam jejak dalam proses rekrutmen politik, tetapi bersifat antidemokrasi. Karena itu, salah satu cita-cita reformasi pasca-Soeharto yang terpenting adalah pemberantasan KKN yang selama ini dianggap sebagai biang kebobrokan rezim Orde Baru.

Para pelaku nepotisme biasanya membela diri dengan menunjukkan fakta bahwa fenomena serupa juga terjadi di negara lain. Di negeri kampiun demokrasi, seperti Amerika Serikat, sering disebut klan John F Kennedy, George Bush, dan Bill Clinton sebagai pelaku nepotisme. Di Asia acapkali dicontohkan keluarga Nehru yang melahirkan Indira Gandhi serta anak dan menantu Gandhi yang terjun ke politik, sementara di Pakistan ada keluarga Ali Bhutto yang melahirkan Benazir Bhutto dan kini suami serta anaknya juga turut berkiprah dalam politik. Kecenderungan hampir sama terjadi di Filipina, Thailand, Banglades, dan beberapa negara lain.

Namun, sebagian pembelaan itu jelas salah dan tidak tepat. Sekadar contoh, Ted dan Bob Kennedy, Hillary Clinton, Gandhi beserta anak menantunya, begitu pula Benazir yang tertembak, tidak berkiprah di politik semata-mata karena nepotisme. Mereka tak sekadar memiliki reputasi, rekam jejak, dan kapabilitas, tetapi juga sebagian memiliki latar belakang pendidikan bidang politik atau hukum yang memadai. Jadi, kalaupun terbentuk ”dinasti politik” atas dasar garis darah, citra publik mereka cenderung positif.

Neopatrimonial

Sementara itu, yang berlangsung di Indonesia acapkali adalah kecenderungan para elite politik berlaku aji mumpung. Artinya, mumpung sang bapak sedang berkuasa, diwariskanlah kekuasaan serupa untuk anak, istri, atau anggota keluarga yang lain. Akhirnya yang berkembang adalah format patrimonial dengan kutub ekstremnya: negara patrimonial. Sebagaimana berlaku pada monarki tradisional, di negara patrimonial kekuasaan, baik politik maupun ekonomi, diwariskan secara turun-temurun di antara para keluarga ataupun kerabat istana.

Gejala menguatnya kembali nepotisme di balik proses pencalonan legislatif dewasa ini mungkin belum separah negara patrimonial karena para caleg yang ditawarkan itu akan dipilih melalui pemilu demokratis. Namun persoalannya, sistem pemilu atas dasar nomor urut dan struktur sebagian besar partai yang masih oligarkis relatif belum memberikan kesempatan bagi publik untuk memilih caleg atas dasar kapabilitas, rekam jejak, dan kompetensi mereka. Format kepartaian dan perwakilan politik yang berlaku pasca-Soeharto masih memberi ruang yang lebar berkibarnya nepotisme politik.

Karena itu, jika budaya politik tradisional dan tidak sehat ini terus berlangsung dalam politik nasional, maka tidak mustahil patrimonialisme baru dalam skala partai tumbuh membesar dalam skala negara dan berujung pada ketidakpercayaan publik terhadap proses demokrasi. Fenomena golput yang relatif tinggi dalam berbagai pilkada provinsi dan kabupaten/kota bisa jadi merupakan pertanda mulai runtuhnya kepercayaan publik terhadap segenap proses demokrasi itu.

Personalisasi kekuasaan

Salah satu dampak dari nepotisme politik dalam proses rekrutmen politik adalah tidak kunjung melembaganya partai sebagai sebuah organisasi modern dan demokratis. Nepotisme tak hanya menutup peluang para kader atau aktivis partai yang benar-benar berjuang meniti karier politik dari bawah, tetapi juga menjadi perangkap berkembang biaknya personalisasi kekuasaan dan kepemimpinan oligarkis partai-partai.

Implikasi lain dari menguatnya nepotisme dalam rekrutmen politik adalah semakin melembaganya praktik korupsi politik dalam arti luas. Apabila para elite terbiasa mengambil hak politik para kader dan aktivis partai, yang menjadi korban berikutnya adalah rakyat melalui korupsi berjemaah atas dana publik, seperti marak dalam sejumlah kasus mutakhir.

Rezim Orde Baru sebenarnya memberi pelajaran amat berharga bagi bangsa ini betapa berbahayanya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Namun ironisnya para elite politik kita tak kunjung sadar akan hal itu. Semoga masih ada elite politik yang tidak sekadar ”mengambil” untuk diri dan keluarga, tetapi juga memberi bagi Tanah Air tercinta.


Syamsuddin Haris Profesor Riset Ilmu Politik LIPI

Sunday, October 19, 2008

Memahami Eksistensi Golput Dalam Demokrasi

Oleh: GANDUNG ISMANTO

Tertarik dengan judul berita “Ketua MUI Serang Haramkan Golput” sebagaimana diberitakan harian ini akhir Juli lalu (31/07), serta pernyataan serupa dari KH. Hasyim Muzadi saat kunjungannya ke Serang pada waktu yang berdekatan. Tanpa bermaksud ”menghakimi” pernyataan kedua Ulama yang saya cintai tersebut, penulis merasa perlu untuk menghadirkan perspektif lain guna memenuhi tanggung jawab untuk melakukan check and ballances dalam kehidupan politik dan demokrasi kita.

Perspektif Sejarah

”Tiada asap tanpa api”, demikian kira-kira pepatah yang tepat untuk memahami eksistensi golput. Golput tidak terjadi secara serta merta, tanpa ada penyebabnya. Inilah fakta empiris yang harusnya kita rujuk untuk melihat fenomena golput itu secara komprehensif, tanpa terjebak pada sikap salah-menyalahkan, apalagi haram-mengharamkan. Betapapun benar bahwa tindakan golput itu cenderung mubazir karena tidak akan menghasilkan perubahan apapun, namun eksistensinya yang kontekstual seiring dengan dinamika perjalanan sejarah anak bangsa itu tidak dapat dan tidak boleh digeneralisir sebagai salah keseluruhannya.

Golput telah ada sepanjang sejarah politik bangsa-bangsa, kendati dengan alasan dan konteks yang berbeda-beda. Dan karena perbedaan konteks inilah maka masyarakat harus jeli dan obyektif mensikapi fenomena golput, khususnya hal-hal yang melatarbelakangi kemunculan golput di tiap periode Pemilu. Pada Pemilu 1955, di tengah maraknya kehidupan kepartaian di Indonesia, golput muncul karena didorong oleh perseteruan yang cenderung saling intimidatif antara kaum unitaris dan kaum federalis.

Sementara golput pada tahun 80-an hingga 90-an, lebih dilatarbelakangi karena adanya “paksaan” yang sistematis untuk memilih Golkar sebagai partai pemerintah. Akhirnya gerakan golput menjadi pilihan bagi orang-orang yang takut memilih partai lain di luar Golkar. Golput pada era ini lebih dimotivasi oleh semangat perlawanan terhadap rejim otoriter, yang tidak memberi ruang gerak bagi masyarakat untuk berekspresi, berpolitik dan bersikap beda. Dan semangat ini tetap mewarnai gerakan golput setidaknya hingga akhir era 90-an. Sedangkan, golput pada era pasca Orba cenderung bukan lagi disemangati oleh perlawanan terhadap rejim yang berkuasa, melainkan oleh kekecewaan yang mendalam terhadap sikap para pemimpin pemerintahan, para elite politik dan partai yang dinilai mengkhianati amanat penderitaan rakyat. Beberapa kasus “pembangkangan” dan eksodus kader partai tertentu ke partai lain atau membentuk partai baru – yang pada Pemilu 1999 mencapai 48 partai - dapat menjadi indikasi hal tersebut.

Demikian pula golput pada Pemilu 2004 yang secara umum lebih dipicu oleh kekecewaan terhadap elit-elit partainya serta pada pemerintah yang dianggap tidak mampu memperbaiki nasib rakyatnya. Di samping itu, terjadinya polarisasi kepemimpinan politik dalam masyarakat pun mendorong terjadinya golput atas dasar simbiosis antara patron dan client-nya manakala sang patron tidak terakomodasi dalam struktur politik tertentu. Di samping itu, secara empirik terdapat pula fakta bahwa sebagian masyarakat kita sangat loyal pada partainya, hingga sukar beralih ke partai lain.

Kekecewaan kepada pemimpin dan elite partai tidak serta merta membuat mereka pindah partai, umumnya sekedar menunda memilih sembari menunggu munculnya figur-figur yang mereka sukai, dan kalaupun pindah partai suatu saat dapat pulang kandang karena fanatisme yang bersifat laten. Budaya patron-client yang masih sangat kuat serta tipologi budaya politik karena ideologi “tidak memungkinkan” orang dengan mudah pindah parpol. Rasanya tidak sreg bagi orang PDI-P untuk memilih pindah ke Golkar. Bahkan di antara partai islam sekalipun, bagi orang PKB secara psikologis bukan persoalan mudah mau menyeberang ke PAN atau PPP. Begitu pula sebaliknya, sangat sulit orang yang darahnya PAN beralih ke PKB. Dan seterusnya, dan sebagainya.

Di tengah fenomena inilah maka – di samping golput – muncul pula fenomena makin nyata dan besarnya jumlah swinging voters, yang beberapa diantaranya cenderung kritis, non-ideologis, ataupun pragmatis. Bila sampai saatnya mereka tidak menemukan pilihan, mereka cenderung menjadi golput oleh sebab ketiadaan wadah (parpol) dan atau figur yang dapat dipercayainya untuk membawa perubahan.
Fenomena di atas tentu menjelaskan perilaku pemilih dalam konteks Parpol, yang tentu sangat berbeda dengan Pilkada yang lebih merupakan kontestasi figur daripada parpol. Itulah sebabnya kenapa pilihan pada parpol tertentu hampir selalu tidak berkorelasi dengan pilihan pada figur calon kepala daerah tertentu. Dan karena fakta inilah maka secara empiris golput dalam Pilkada seringkali unpredictable karena menyangkut apresiasi subyektif pemilih terhadap calon yang dikenal baik track record-nya.

Perspektif Teori

Dalam teori politik, golput (non-voting behaviour) dipahami sebagai bentuk partisipasi politik warga negara yang muncul karena beragam latar belakang. Memilih adalah hak (right) politik warga negara yang by its nature mengandung arti legal or moral entitlement (authority to act), yang mengandung kebebasan pemilik hak itu untuk menggunakan atau tidak menggunakannya. Bukan kewajiban (duty) yang mengandung makna moral or legal obligation. Karena essensi filosofis inilah maka demokrasi – yang bersendi kedaulatan rakyat, dan yang setiap orang legally equal hak-hak politiknya – memberi ruang bagi pilihan untuk golput secara setara dengan pilihan untuk memilih itu.

Dan karena demokrasi meng-agungkan vox populii sebagai vox Dei maka menjadi golput diberi ruang dalam demokrasi, guna meluruskan demokrasi, meluruskan politik dan pemerintahan yang korup melalui gerakan moral. Ya, hanya gerakan moral, karena hanya itulah yang mampu dilakukan rakyat kebanyakan.

Dengan demikian, harusnya para pemimpin membuka mata hatinya manakala menemukan kenyataan golput, berapapun besarnya. Karena golput mengindikasikan adanya beberapa hal berikut ini: (1) perlawanan terhadap rejim; (2) ketidakpercayaan terhadap sistem dan calon yang ada; (3) kekecewaan yang besar terhadap pemerintah dan sistem; serta (4) putusnya harapan rakyat akan lahirnya sistem dan kepemimpinan yang mampu mengayomi mereka. Dan terkadang, hanya dengan cara demikian kemapanan demokrasi yang mengandalkan berfungsinya check and ballances itu dapat tercipta, kendati tidak selalu demikian adanya.

Dalam konteks sosiologi politik, dijelaskan empat sebab sikap golput, yaitu: (1) apatisme politik, yaitu sikap tidak berminat atau tidak menaruh perhatian terhadap orang, situasi, atau gejala-gejala umum yang berkait dengan persoalan politik dan kelembagaannya; (2) sinisme politik merupakan sikap yang dimiliki sebagai penghayatan atas tindakan dan motif orang atau lembaga lain dengan perasaan curiga. Orang-orang sinis selalu menganggap politik itu kotor, bahwa semua politisi tak dapat dipercaya, bahwa rakyat selalu menjadi korban manipulasi partai dan penguasa, dan bahwa setiap rejim selalu dipimpin orang tak amanah, dsb., sehingga mereka cenderung hopeless; (3) alienasi merupakan perasaan keterasingan dari kehidupan politik dan pemerintahan, sehingga selalu memandang segenap peraturan yang ada sebagai tidak adil dan menguntungkan penguasa; dan (4) anomi yaitu perasaan kehilangan nilai dan orientasi hidup, sehingga tak bermotivasi untuk mengambil tindakan yang berarti karena hilangnya kepercayaan terhadap lembaga-lembaga politik yang ada.

Tanpa bermaksud menafsirkan, penulis meyakini bahwa kisah yang diceritakan dalam Surah Al-Kahfi ayat 9-26, merupakan manifestasi dari keimanan dan kepasrahan total kepada Allah atas kesadaran akan ketidakmampuannya untuk melawan, mengubah, atau sekedar untuk hidup bersama sistem yang kufur dan dibawah pemerintahan yang korup dan dzalim. Dan di tengah kesadaran itu, mereka memilih ‘golput’ dengan cara menghindari dan menjauhi sistem dan kehidupan yang kufur itu.

Tak pelak lagi, kendati dengan konteks yang berbeda, menjadi golput itu sangat di-halal-kan, kendati tetap saja membutuhkan pemikiran mendalam guna dapat dipertanggungjawabkan secara moral dan legal. Dengan kata lain, golput tidak boleh dilakukan karena dendam, kecewa, maupun alasan-alasan personal lainnya sehingga menjadi anarchy. Golput hanya boleh dilakukan di tengah ketiadaan celah untuk melakukan perubahan yang lebih baik, termasuk pula ketiadaan pilihan yang lebih baik kendati diantara alternatif pilihan yang buruk.

Dalam jangka pendek tindakan golput memang sia-sia karena tidak mengubah apapun, namun dalam jangka panjang justru menjadi bagian penting dari pendidikan politik menuju ke tingkat kematangan berpolitik dan berdemokrasi (maturity). Golput adalah salah satu instrumen gerakan moral rakyat yang dilakukan dengan cara mengekspresikan ekspresinya dengan tidak berekspresi (silent movement). Dan harusnya, tanpa harus menunggu menjadi silent majority, pemimpin dan elite politik harusnya mampu membuka mata, hati, dan telinganya untuk berintrospeksi guna memahami gejala public distrust dan mass disobedience ini guna lebih mengabdikan dirinya bagi sebesar-besar kemaslahatan rakyat. Kalaupun ini tidak terjadi, yakinlah bahwa golput tidak pernah menjadi sia-sia di mata Sang Maha Penguasa. (*)

Penulis, Dosen FISIK Untirta yang pemerhati sosial politik

SELAMATKAN BANGSA KITA , MULAI DARI DIRI SENDIRI

Krisis Ekonomi global sudah di depan mata. Banyak sudah sektor riil yang mulai merasakan dampak buruknya. Agar badai segera berlalu tanpa banyak meninggalkan kerusakan ada beberapa langkah sederhana yang bisa kita ambil:

1. Yang mempunyai deposito bertahanlah dengan deposito anda.
Jangan ambil uang anda dari bank. Jika anda ikut ikutan mencairkan
dana anda maka akan terjadi bank rush, dan krisis keuangan akan
semakin parah.

2. Yang memiliki saham dan turunannya, jangan menjual saham
dan derivasinya. Jika anda ikut ikutan menjual saham dan turunannya,
maka harga saham akan semakin ambruk, dan krisis akan sungguh terjadi
semakin parah

3. Jangan ikut ikutan memborong dolar. Jika anda ikut ikutan
memborong dolar, maka harga dolar akan semakin tinggi dan rupiah
semakin terpuruk. Harga barang impor akan semakin mahal, dan
inflasi dalam negeri akan semakin menggila.

4. Jangan panik. Jika anda tidak panik, maka krisis akan cepat
berlalu. Perekonomian akan cepat pulih. Harga saham akan cepat
rebound. Dolar akan cepat menyesuaikan diri pada kurs yang rasional.

Cadangan devisa kita cukup kuat. Jika anda panik dan ikut ikutan
menarik deposito, menjual saham dan memborong dolar, maka anda ikut
memberikan kontribusi pada semakin dalamnya krisis di Indonesia .
Tetapi tentu ini merupakan pilihan bebas. Tidak ada yang dapat
melarang anda. Hati nurani yang bicara. Pilihan yang sulit bagi
yang berduit tetapi silahkan memilih.

Krisis keuangan global kian menebar ancaman menjadi krisis ekonomi
global yang tidak main-main, bursa saham guncang dan nilai tukar
Rupiah semakin melemah, ini semua menjadi indicator bahwa akan ada
bencana baru yang siap menerkam.

Para kaum Kapitalis yang ingin meraup keuntungan dengan cara cepat
dan menjadi SERAKAH akhirnya menjadi sumber dari segala krisis yang
kita belum tau kapan akan berakhir.

Pertanyaannya adalah apa yang bisa kita lakukan untuk ikut membantu
agar krisis ini tidak menghancurkan sendi-sendi perekonomian Bangsa ini?

Tentu kita tidak ingin ini menjadi periode 10 Tahunan (1998-2008),
mimpi kelam krisis ekonomi 10 tahun lewat tentu tidak ingin kita
munculkan kembali, tapi jika Anda tidak peduli maka bisa saja hal
ini akan terjadi!!!!

Dan jika itu terjadi maka Bangsa ini akan semakin terpuruk, akan
muncul PHK besar-besaran, sector riil yang tidak bergerak, system
perbankan yang sudah tidak dipercaya lagi dan akhirnya
kita kembali ke NOL lagi.

Jika Anda masih mencintai Bangsa ini maka ada banyak hal yang bisa
Anda lakukan, paling tidak MULAILAH DARI DIRI ANDA SENDIRI..!! ,
contoh kecil sbb : Jika Anda seorang awam sebagaimana saya, maka
yang bisa kita lakukan adalah :

Gunakanlah PRODUKSI DALAM NEGERI dalam semua aktivitas hidupmu,dengan
langkah ini akan menyelamtkan Sektor Riil, usaha-usaha kecil akan
berkembang, dan akhirnya kita bisa berdiri tegak dan mengatakan

KITA BISA HIDUP DARI NEGERI KITA SENDIRI.

Langkah kecil lain jangan sok mengkonsumsi produk makanan luar
negeri, jika anda senang makan Durian tidak perlu durian Bangkok
Thailand cukup durian local toh tidak kalah rasanya, jika senang
makan Jagung? Tidak perlulah Jagung Thailand cukup jagung local,
tidak perlu makan-makan di outlet2 dengan brand luar negeri, toh ayam
kampung kita tidak kalah nikmatnya, hal kecil ini kadang tidak kita
sadari tapi ketahuilah EFEK nya sangat luarbiasa, anda bisa bayangkan
jika semua anak bangsa ini berfikiran sama, jika anda konversikan
dengan modal yang beputar maka Anda akan kaget dan heran akan IMPACT
yang sangat luar biasa, yakin dan percayalah dengan cara kecil ini
Krisis ini tidak akan terjadi DISINI di BUMI INDONESIA.

Gunakan angkutan Massal jika itu anda bisa lakukan, itu akan membantu
untuk mengurangi konsumsi energi yang luar biasa yang sebetulnya
tidak perlu, disamping mengurangi polusi, jangan lupa disamping
krisis keuangan yang berpotensi menjadi krisis Ekonomi kita juga
dihadapkan dengan krisis Energy..!! kenyamanan mungkin belum kita
pikirkan sekarang, percayalah bahwa aroma sesaknya penumpang di
Angkot dan bus-bus itu masih menimbulkan secercah harapan bahwa
sector riil kita masih bergerak.

Berbelanjalah di pasar-pasar tradisional, berdayakan warung-warung
kaki lima , percaya atau tidak Ekonomi Kerakyatan terbukti mampu
menyelamatkan perekonomian kita.

Jika Anda seorang pelaku bisnis maka tolong jangan hanya memikirkan
untuk meraup keuntungan pribadi semata-mata hanya dengan memikirkan
Import barang-barang murah yang hanya akan menghancurkan produk dalam
negeri, jangan lari dari tanggung jawab dengan membawa lari modal ke
luar negeri, ingat menjaga, mengusahakan agar Capital Inflow akan
lebih bijkasana dan akan sangat membantu Negeri ini, jangan biarkan
capital outflow terjadi itu sama dengan menghancurkan perekonomian
Rakyat LET' S SAVE OUR NATION, START FROM YOUR SELF!!!!

Lakukan hal sederhana ini maka Anda akan lihat akibat penyelamatan
yang luar biasa.

Dengan meneruskan pesan ini ke relasi dan sahabat Anda, berarti Anda
sudah ikut mengingatkan Saudara Sebangsa Kita untuk Ikut PEDULI
menyelamatkan Bangsa ini.

from: Millist

Friday, October 17, 2008

169 Bahasa Daerah Terancam Punah

Perkembangan bahasa daerah dewasa ini mencemaskan. Dari 742 bahasa daerah di Indonesia, hanya 13 bahasa yang penuturnya di atas satu juta orang. Artinya, terdapat 729 bahasa daerah lainnya yang berpenutur di bawah satu juga orang. Di antara 729 bahasa daerah, 169 di antaranya terancam punah, karena berpenutur kurang dari 500 orang.

Agar tidak punah, maka preservasi dan pemberdayaan terhadap berbagai bahasa daerah di seluruh Indonesia serta pengembangan bahasa Indonesia, perlu dilakukan secara serius, terus menerus, dan kesinambungan.

Hal itu diungkapkan Multamia RMT Lauder dari Departemen Linguistik, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia, dalam seminar Empowering Local Language Through ICT yang digelar Departemen Komunikasi dan Informatika, Senin (11/8) di Jakarta.

Bahasa-bahasa yang tercancam punah itu tersebar di wilayah Sumatera, Sulawesi, Kalimantan, Maluku, dan Papua. Antara lain bahasa Lom (Sumatera) hanya 50 penutur. Di Sulawesi bahasa Budong-budong 70 penutur, Dampal 90 penutur, Bahonsuai 200 penutur, Baras 250 penutur.

Di Kalimantan bahasa Lengilu 10 penutur, Punan Merah 137 penutur, Kareho Uheng 200 penutur. Wilayah Maluku bahasa Hukumina satu penutur, Kayeli tiga penutur, Nakaela lima penutur, Hoti 10 penutur, Hulung 10 penutur, Kamarian 10 penutur, dan bahasa Salas 50 penutur. Di Papua bahasa Mapia satu penutur, Tandia dua penutur, Bonerif empat penutur, dan bahasa Saponi 10 penutur.

Multamia menjelaskan, pada umumnya bahasa daerah yang jumlah penurutnya sedikit cenderung merupakan bahasa yang tidak mempunyai tulisan. Dengan demikian, tradisi lisan yang berkembang pada bahasa-bahasa minoritas ini jika tidak segera didokumentasikan maka akan sangat sulit untuk mempertahankan eksistensi mereka.

Ahli linguistik ini berpendapat, langkah awal untuk melakukan antisipasi adalah mendaftarkan bahasa-bahasa yang jumlahnya penuturnya sedikit. Bahasa yang dapat dikategorikan sebagai bahasa yang berpenutur sedikit namun masih mempunyai potensi untuk hidup, sebenarnya adalah bahasa-bahasa yang penutur sekurang-kurangnya 1.000 orang.

"Oleh karena itu, sebagai langkah awal diinterpretasikan bahasa-bahasa yang jumlah penuturnya 500 orang atau kurang, dapat dikategorikan sebagai bahasa yang cenderung dianggap memasuki ambang proses berpotensi terancam punah," tandas Multamia.

Ia berpendapat, harus ada kemauan dari pihak pemerintah dan masyarakat penuturnya untuk menyelamatkan bahasa-bahasa yang terancam punah itu mengingat daya saingnya lemah, sehingga sulit bersaing dengan bahasa-bahasa daerah yang besar. Belum lagi tuntutan untuk mampu bersaing dengan bahasa Indonesia yang berstatus sebagai bahasa nasional.

"Ada baiknya bahasa daerah yang terancam punah itu diolah menjadi buku dan mulai diajarkan sebagai materi ajar muatan lokal. Dengan demikian sedikit-demi sedikit, bahasa dan budaya yang terancam punah itu mulai dikenal lagi oleh generasi muda," papar Multamia.

sumber: http://www.tribunkaltim.com

22.663 Sarjana DIY Nganggur

Sedikitnya 21.000 lulusan S1 dan 2.663 sarjana S2 dari perguruan tinggi negeri dan swasta (PTN dan PTS) di DIY menganggur. Semakin banyaknya pengangguran tersebut dinilai sebagai bentuk kegagalan dunia pendidikan dalam menghasilkan kualitas lulusan.
Sosiolog Universitas Gajah Mada (UGM), Ari Sudjito, kepada wartawan, Minggu (22/6) mengatakan, banyaknya pengangguran di DIY karena tidak adanya sinergi positif antara sistem pendidikan dan lapangan kerja.

“PTN dan PTS punya orientasi sendiri, sementara dunia kerja punya orientasi sendiri makanya banyak yang menganggur. Ke depannya harus ada pembenahan di PTN dan PTS jika tidak ingin melahirkan pengangguran,” tuturnya.

Selain belum adanya sinergi positif antara perguruan tinggi dengan dunia kerja, menurut Ari yang juga Direktur Institute for Research and Empowernment (IRE), meningkatnya standar kemampuan yang dituntut oleh sektor swasta kepada calon tenaga kerja juga menjadi penyebab bertambahnya pengangguran.

Menanggapi makin maraknya diselenggarakan Job Fair sebagai upaya Pemerintah Provinsi DIY untuk mengurangi pengangguran,menurutnya tidak sepenuhnya berhasil. Hal itu dikarenakan belum adanya sinergi antara pemerintah setempat dengan pihak swasta. “Intinya jika tidak ada sinergi yang baik antara Pemerintah, Perguruan Tinggi dan pengguna tenaga kerja dalam hal ini perusahaan. Tentu pengangguran akan tetap ada,” terangnya.

Sementara, Kepala Dinas Tenaga Kerja DIY, Indro Budiyono mengungkapkan, Job Fair sangat membantu para lulusan PTS dan PTN untuk mencari pekerjaan. Bahkan menurutnya dalam waktu dekat ini pihaknya akan mengadakan Job Fair untuk membantu masyarakat dalam mencari kerja.

sumber: http://harianjoglosemar.com/

Mitos dan Fakta Malam Pertama


malam-pertama,jebolnya perawan-malam pertama,malam pertama, hubungan malam pertama,Benarkah malam pertama adalah malam yang paling menegangkan bagi pasangan suami-istridan benarkah malam pertama itu merupakan malam pembuktian perjaka dan perawan, apakah benar MP itu menjadi modal awal kebahagian rumah tangga supaya semuanya tidak terjebak pada masalah klasik malam pertama marikita sama-sama melihat dan menyimak mitos-mitos seputar malam pertama:
Mitos-mitos yang muncul pada malam romantis ini menurut DR.Nugroho Setiawan, Sp. And, androlog RS. Fatmawati jakarta bahwa pada malam pertama itu akan muncul mitos-mitos seperti ini:

1. Mitos : MP selalu menyakitkan
Ini merupakan pikiran yang biasa menghantui kaum perempuan. biasanya ini terjadi karena sudah lebih dulu mengkhawatirkan alat kelaminnya tidak mampu untuk menampung alat kelamin laki-laki.
Faktanya : Ini anggapan yang salah !!! sebab hbungan sex yang pertama dilakukan tak selalu menimblkan rasa sakit apabila yang bersangkutan sudah mempelajari seksualitas pasangan sebelum berhubungan badan. Rasa sakit yang di alami biasanya terjadi karena respon seksual belum terjadi secara sempurna.

2. Mitos : MP Penentu Keberhasilan
Mp sering dianggap sebagai penentu keberhasilan dalam berhubungan seks selanjutnya.
Faktanya : MP bukanlah penentu dari keberhasilan dalam berhubungan badan untuk selanjutnya.

3. Mitos : Ejakulasi Dini Selalu Terjadi Saat Malam Pertama
Fakta : ED tidak terjadi tidak selalu terjadi pada malam pertama.

4. Mitos : Sehebat Adegan-Adegan Film P****
Film P**** memang banyak memberikan kesan bahwa berhubungan itu indah, heboh dan bisa penetrasi dalam waktu yang lama.
Fakta : Pada kenyataan adegan Film P**** tidak sehebat yang kita tonton bahkan untuk mengambil dari pembelajaran Film tersebut tidak di anjurkan...cobalah anda melihat lebih jelas dan seksama di perhatikan bahwa pada adegan-adeganna banyak yang di replay ulang bahkan itu tidak dirunut dengan jelas dan kalau dalam dunia editing hal demikian bisa di edit bahkan hanya dengan menggunakan MOVIE MAKER kita bisa membuat satu film itu berdurasi 10 jam untuk satu ronde.

5. Mitos : Pendapat Bahwa Film P**** itu adalah ideal
Fakta: ini adalah pemikiran yang sempit dan anggapan yang menyesatkan, sebab adegan-adegan itu bisa juga di buat rekaan dan bisa juga ini membuat para lelaki yang berperawakan kecil bisa pesimis karena alat kelamin lelaki barat yang bertubuh kekar dan tinggi itu *anda pikirkan sendiri* dan ini bisa membuat wanita itu menghayal jauh keangkasa. dan apabila memang anda inngin mempelajari dari adegan itu maka anda2 harus sedikit mengerti dan paham dalam mengenal 53X.


from: anoname place

FAO: Angka Kemiskinan di Seluruh Dunia Melonjak

Turunnya harga pangan uniknya malah diimbangi dengan angka penderita kelaparan di seluruh dunia yang melambung tinggi. Laporan FAO sekali lagi membuktikan, jurang antara negara industri dan dunia ketiga semakin melebar.


Meskipun FAO kini hanya mengeluarkan laporan pangan dunia setiap dua tahun sekali, kesimpulan yang didapatkan tidak banyak berubah: semakin banyak orang yang kelaparan.


Menurut Alexander Müller, Wakil Dirjen Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia, sejak tahun 2005 sampai awal 2007, jumlah orang yang kelaparan bertambah 75 juta. Artinya, di seluruh dunia kini terdapat lebih dari 925 juta orang yang kelaparan.


Panen berlimpah, kemiskinan merajalela
"Kami khawatir, tahun-tahun mendatang kami masih harus menyampaikan laporan dengan jumlah orang kelaparan lapar yang lebih banyak lagi," imbuhnya.
Panen yang berlimpah justru diimbangi dengan pesatnya kenaikan angka kemiskinanBildunterschrift: Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift: Panen yang berlimpah justru diimbangi dengan pesatnya kenaikan angka kemiskinan
Sekalipun harga bahan pangan turun kembali, sebagaimana terjadi saat ini, tidak otomatis berarti kaum miskin punya uang untuk membeli makanan. Laporan tahun ini menunjukkan angka rekor panen. Tapi hasil berlimpah hanya terjadi di negara-negara kaya. Di negara-negara miskin, sektor pertanian menderita akibat perubahan iklim.


Maka tak heran, jika FAO menuntut harus segera dikembangkan konsep yang merangsang produksi untuk setiap wilayah di Afrika dan pada saat bersamaan melindungi dari dampak pemanasan global .


"Jika sekarang kita tidak menyesuaikan agrikultur di Afrika dengan ancaman perubahan iklim, maka hasil tahun depan bisa turun 20 - 30%. Itu artinya kelaparan akan tumbuh di kawasan yang memiliki tingkat pertumbuhan penduduk paling tinggi ini," tandas Müller.


Perlindungan Iklim Vs. Perang Melawan Kelaparan?
Perang melawan kelaparan semakin erat dihubungkan dengan perang melawan perubahan iklim. Negara-negara industri harus mengurangi emisi gas rumah kaca, demikian pernyataan Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia.
Seorang bocah perempuan menyusui adiknya. Angka kemiskinan di Pakistan juga melonjakBildunterschrift: Großansicht des Bildes mit der Bildunterschrift: Seorang bocah perempuan menyusui adiknya. Angka kemiskinan di Pakistan juga melonjak
"Bioethanol Brasil sangat positif juga dalam kaitannya dengan iklim. Orang bisa menghindari banyak sekali emisi karbondioksida dan Brasil mengajukan program anti kelaparan yang sangat jelas. Artinya, Brasil bersungguh-sungguh memerangi kelaparan dan kemiskinan dan sebagai tambahan memproduksi bahan bakan nabati. Ini bisa diikuti negara-negara lain. Melawan kemiskinan diprioritaskan, sementara produksi energi nabati adalah tambahan. Setelahnya energi nabati bisa berkontribusi untuk menghindari ambruknya iklim," ujar Müller.


Menghabiskan miliaran euro untuk mendanai proyek bioethanol di AS dan UE guna membuatnya mampu bersaing di pasaran dunia, adalah tindakan keliru, kata Alexander Müller, Wakil Dirjen FAO. Kebutuhan energi bertambah dua kali lipat dalam kurun waktu 30 tahun. Tapi, hanya sedikit yang berhasil mengembangkan bahan bakar yang ramah iklim, tanpa mengorbankan orang miskin dan kelaparan.


from: http://www.dw-world.de/

Masyarakat Jenuh terhadap Partai Politik

Perilaku kader partai di parlemen dan pemerintahan yang cenderung korup membuat masyarakat semakin jenuh terhadap partai politik yang saat ini jumlahnya justru bertambah banyak.

Kejenuhan tersebut terlihat dari semakin rendahnya partisipasi politik masyarakat dalam berbagai pemilihan kepala daerah maupun minimnya masukan terhadap pengumuman Daftar Calon Sementara.


Demikian diutarakan anggota Komisi II DPR, Agus Condro, saat menjadi pembicara dalam unjuk bincang bertajuk ”Korupsi Berjemaah DPR RI” di Kampus Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Jawa Tengah, Kamis (16/10). Hadir pula sebagai pembicara, guru besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UKSW, Kutut Suwondo.


Menurut Agus, partai lama yang muncul dengan idealisme saat reformasi kini tidak bisa mewujudkan amanat reformasi untuk kesejahteraan rakyat. Bahkan, saat ini hampir tidak ada partai yang benar-benar bersih di DPR sehingga tidak ada yang bisa mengontrol partai-partai lain untuk menjauhkan diri dari korupsi.


”Yang agak bersih memang ada, tetapi juga tidak bersih-bersih amat. Jadi tak ada yang kokoh dan bisa mengontrol yang lain. Kalau saja ada satu partai yang benar-benar bersih,” katanya.


Menurut Kutut Suwondo, kejenuhan masyarakat terhadap partai politik ini akan berimbas pada rendahnya partisipasi politik pada pemilihan anggota legislatif April 2009.


Kutut Suwondo memperkirakan pemilih yang golput atau tidak menggunakan hak suaranya dan kertas suara tidak sah bisa mencapai 50 persen dari jumlah pemilih.


”Rendahnya suara yang sah ini akan berimbas pada legitimasi produk hukum yang dihasilkan anggota DPRD yang terpilih,” katanya.


sumber: http://cetak.kompas.com/